JAKARTA, WT – Saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta, dua anak Indonesia, Mary Lourdes Wicaksono Atmojo dan Irfan Wael, menyerahkan rangkaian bunga tangan yang tidak hanya indah, tetapi juga sarat simbolisme kepada Paus Fransiskus.
Di balik bunga tangan itu, berdiri seorang seniman berpengalaman, Ivan Linggar, yang menerima tantangan untuk membuat kreasi spesial yang dipersembahkan untuk pemimpin tertinggi Gereja Katolik tersebut.
Ivan, yang dikenal sebagai desainer sekaligus arsitek, tidak asing dengan dunia seni. Lulusan SMU Gonzaga Jakarta dan Universitas Katolik Parahyangan Bandung ini sering terlibat dalam berbagai kegiatan gereja. Ketika Uskup Bandung, Mgr Anton Subiyanto OSC, mendadak meminta Ivan untuk menyiapkan bunga tangan bagi Paus, tantangan itu diterima dengan penuh semangat.
Mgr Anton menginginkan sebuah rangkaian bunga yang mewakili keindonesiaan, sebuah pesan yang harus disampaikan dengan jelas dan mendalam melalui setiap helai daun dan kelopak yang dipilih.
Rangkaian bunga tangan tersebut kemudian mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika, sebagaimana dijelaskan dalam keterangan resmi panitia kunjungan Paus Fransiskus: “Bhinneka Tunggal Ika, artinya berbeda-beda namun tetap satu.”
Ivan memilih berbagai jenis tanaman asli Indonesia, mulai dari sayur, buah, hingga rempah-rempah, untuk mewakili keragaman budaya dan adat di Indonesia.
“Kami memilih sayur dan buah karena mereka mencerminkan bahwa Indonesia adalah negara agraris,” ungkapnya.
Tidak berhenti di situ, rangkaian bunga ini dibungkus oleh anyaman daun kelapa yang melambangkan Indonesia sebagai negara maritim. Di tengah rangkaian, terdapat padi, bunga kapas, dan daun beringin—semua mewakili simbol Pancasila, dasar negara Indonesia.
Pita merah putih yang menghiasi bagian bawah rangkaian ini menjadi simbol ikatan persatuan yang kokoh, mengingatkan pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang tetap relevan dalam kehidupan berbangsa.
Namun, tugas Ivan tidak hanya sebatas menciptakan karya yang indah. Mengikuti ajaran Laudato Si’, ensiklik yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus, Ivan memastikan bahwa bunga tangan tersebut dibuat dari bahan-bahan yang ramah lingkungan.
“Tidak ada bunga potong dalam rangkaian ini, seperti yang biasa digunakan dalam dekorasi bunga. Semua bahan bisa digunakan kembali dan didaur ulang,” jelas Ivan.
Tantangan terbesar bagi Ivan adalah bagaimana membuat rangkaian tanpa bunga potong.
“Saya harus berpikir kreatif dan menemukan alternatif yang tetap memancarkan keindahan, tanpa melanggar prinsip keberlanjutan yang diajarkan oleh Paus dalam Laudato Si’,” katanya.
Proses pembuatan bunga tangan ini penuh dengan eksperimen, bongkar pasang hingga akhirnya menemukan komposisi yang sempurna.
“Proses kreatif ini benar-benar menantang. Dari mencari material hingga menyusun rangkaian, semuanya memerlukan kesabaran dan pengujian,” terang Ivan.
Simbol-simbol seperti daun kelapa yang mewakili laut Indonesia, begitu juga, kapas, rempah, dan aneka sayuran yang cantik, menjadi elemen penting yang Ivan sertakan dalam karyanya.
Ketika momen puncak tiba dan bunga tangan itu diserahkan kepada Paus Fransiskus oleh dua anak Indonesia, Ivan merasa seluruh perjuangannya terbayar lunas.
“Melihat bunga tangan saya diterima oleh Paus adalah pengalaman yang sangat mengharukan. Saya merasa diberkati bisa memberikan sesuatu yang spesial dalam momen bersejarah ini,” kata Ivan dengan senyum bangga.
Pengalaman ini sendiri sudah menjadi penghargaan yang tidak ternilai baginya.
“Kreasi ini adalah bentuk rasa cinta saya pada Indonesia dan kekayaannya. Saya berharap, melalui karya ini, semakin banyak orang yang terinspirasi untuk menghargai keragaman budaya dan alam kita,” tutup Ivan.
Karya Ivan Linggar ini tidak hanya memperkaya perjalanan kariernya, tetapi juga menjadi contoh bagaimana seni dapat menyampaikan pesan-pesan kebangsaan dan cinta terhadap lingkungan. Dengan mengikuti ajaran Laudato Si’, Ivan berhasil menyatukan keindonesiaan dan keberlanjutan dalam satu rangkaian bunga tangan yang unik dan penuh makna. (RLS)
Discussion about this post