Jakarta – Peneliti Lembaga Studi Antikorupsi (LSAK) Ahmad Hariri angkat bicara terkait dugaan adanya ketegangan hubungan antara Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dengan Kejaksaan Agung. Menurutnya ketegangan tersebut mesti disikapi objektif demi menjaga kehormatan masing-masing lembaga.
“Karena, sejatinya selalu ada oknum dalam setiap institusi. Maka kaidah umum ini yang paling objektif diterapkan, tanpa harus mendiskreditkan salah satu lembaga,” kata Hariri kepada media, Senin (27/5/2024).
Hariri menururkan peristiwa yang berupa “pembuntutan” Jampidsus Kejagung oleh seseorang yang diduga oknum Densus 88 ini belum jelas duduk perkaranya. Namun jika spekulasi liar di masyarakat yang mengaitkannya pada kasus korupsi yang tengah terjadi, maka potensi itu bisa terjadi dari keduanya.
“Dengan kewenangan jampidsus yang dapat melakukan penyelidikan hingga penuntutan sendiri, juga berpotensi besar pada abuse of power. Seperti fakta adanya beberapa kasus yang bebas murni, dugaaan mitigasi pada beberapa pihak dalam penuntasan kasus BTS Kominfo, hingga kegagalan pengembalian keuangan negara di kasus Surya Darmadi dan sebagainya,” terang Hariri.
Maka sesungguhnya, tegas Hariri harus ada pengawasan pada setiap lembaga, apalagi lembaga yang memiliki kewenangan berlebih. “Tanpa pengawasan, deretan prestasi Kejagung hanya jadi superioritas yang menutupi noda-noda due prosses of law dalam penegakkan hukum,” jelas Hariri.
Meski demikian, ujar Hariri keterangan resmi dari Polri maupun Kejagung masih belum tersampaikan. Maka kedua instansi harus segera duduk bersama dan memberikan penjelasan dengan transparan.
“Bisa saja plot twist terjadi, apakah ini hanya miss persepsi? Atau memang ada alasan lain di luar isu yang ada? Yang penting transparan dan saling menjaga kehormatan korps,” pungkasnya.
Discussion about this post