TANGSEL – Organisasi mahasiswa terdiri PMII, HMI, KAMMI, GMNI, SEMMI, IMM, dan Hikmahbudhi yang tergabung dalam Cipayung Plus akhirnya bisa bertemu dengan Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany, sesuai dengan tuntutannya saat menggelar aksi unjuk rasa di Balai Kota Tangsel, Kamis (8/10) lalu.
Walikota Tangsel, Airin Rachmi Diany menyambut sejumlah perwakilan organisasi tersebut di Ruang Display Balai Kota Tangsel, pada pukul 13.00 WIB, Selasa (13/10/2020).
Namun, sikap oknum mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus itu disesalkan, karena melarang beberapa awak media untuk meliput saat audiensi mengenai UU Omnibus Law Cipta Kerja dengan Airin.
Ketua Kelompok Kerja Wartawan Harian Tangerang Selatan (PWHTS), Ahmad Rizki Suhaedi dengan tegas menyatakan sikap yang ditunjukan mahasiswa mencoreng transparasi keterbukaan publik.
“Kami sesalkan sikap mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus melarang media melakukan peliputan saat audiensi dengan Airin. Transparansi keterbukaan publik dihiraukan oleh mahasiswa,” tegas Rizki saat dikonfirmasi, Selasa (13/10/2020).
Lanjut Rizki, dengan adanya media, justru mahasiswa yang terus menyuarakan penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja akan terbantu.
“Padahal media mempunyai peran penting untuk menyampaikan informasi kepada publik. Namun, dalam hal ini kenapa mahasiswa malah melarang. Padahal sebelumnya, saat aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law menuntut untuk bertemu Airin,” ujarnya.
Senada dengan Rizki, Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Tangerang Raya, Hasan Kurniawan menjelaskan, jika profesi wartawan sangat dilindungi oleh Undang-undang.
Ia juga menegaskan, jika UU Omnibus Law Cipta Kerja yang selama ini disuarakan oleh mahasiswa karena membuat masyarakat sengsara. Bukanlah, semata-mata kepentingan mahasiswa saja dan harus dikawal bersama, salah satunya peran media.
“Kerja wartawan dilindungi UU dan isu ini bukan cuma kepentingan mahasiswa atau buruh saja, tapi juga kepentingan wartawan. Artinya, harus dikawal bersama,” tutur Hasan.
Menurut Hasan, jika mahasiswa melarang peliputan audiensi dengan Walikota Tangsel, Airin justru akan muncul kecurigaan publik terhadap mahasiswa yang selama ini semangat menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja.
“Kalau pertemuan tertutup begini, kita jadi curiga nih. Jangan-jangan mahasiswa yang bermain dengan pemerintah. Jadi sebenarnya yang ngangkangin gerakan massa ini siapa. Harusnya mereka transparan dong, yang ngawal kita (media), yang berdarah-darah kita. Kita yang menyuarakan, tapi mereka malah ketemu ngumpet begitu,” tambah Hasan.
Lanjut Hasan, sikap mahasiswa yang tertutup bisa menjadikan mereka elit baru dalam artian mengambil keuntungan dari isu UU Omnibus Law Cipta Kerja.
“Kalau enggak ada media, enggak ada hasilnya apa-apa, lantas enggak ada yang ngawasin,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, pukul 13.00 WIB, Airin menemui perwakilan organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus dan sudah ditunggu pula oleh awak media.
Akan tetapi, beberapa awak media yang sudah menunggu di dalam ruangan justru tak diterima oleh para mahasiswa.
Padahal beberapa awak media sempat mengambil foto pertemuan tersebut, saat Airin memanggil mahasiswa untuk duduk lebih dekat.
Namun, selepas itu perwakilan mahasiswa menginginkan awak media keluar dari ruangan.
“Jangan ada media,” ujar salah satu perwakilan mahasiswa.
Sikap tersebut justru berbanding terbalik saat, ratusan mahasiswa Cipayung Plus melakukan aksi menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja didepan Balai Kota Tangsel yang membuat macet lalu lintas, Kamis (8/10/2020).
Bahkan, pada saat itu salah satu orator menginginkan jika pertemuan dengan Walikota Tangsel, Airin bila perlu disiarkan secara live melalui media sosial. (PHD)
Discussion about this post