AMBON, WT – Jaringan Media Siber Indonesis (JMSI) Maluku mengecam tindakan Ketua DPRD Maluku, Benhur George Watubun yang mengancam wartawan Media Rakyat Maluku.
Ketua JMSI Maluku Ongki Anakoda mengatakan, tidak sepantasnya wakil rakyat bersikap seperti itu terlebih di hadapan umum.
“Kami sangat menyayangkan sikap Ketua DPRD Maluku. Dia, perwakilan dari rakyat, seharusnya dia menjaga sikapnya di ruang publik. jangan malah mengancam,” kata Anakoda, Kamis (11/5/2023).
Pimpinan Redaksi Harian Kabar Timur itu menegaskan, tindakan berupa ancaman baik fisik maupun psikis kepada jurnalis adalah tindakan yang mencederai kebebasan pers, apalagi itu dilakukan Benhur.
Anakoda menjelaskan, ketika melakukan ancaman itu, pelaku tak hanya menciderai Kemerdekaan Pers yang salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan jelas bertentangan dengan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
Ancaman terhadap jurnalis Harian Rakyat Maluku yang dilakukan Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur G Watubun juga disesalkan Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Cabang Ambon, Kahairiyah Fitri.
Menurutnya, setiap wartawan yang bertugas melaksanakan tugas jurnalistik sepenuhnya dilindungi oleh UU Pokok Pers.
“Nah, termasuk ancaman kepada pers ini juga telah melanggar UU Pokok Pers nomor 40 Tahun 1999, di situ semuanya telah diatur dan dijelaskan. Bagi siapapun yang melanggar UU dan menghalangi tugas jurnalistik juga ada sanksinya,” tegasnya.
Ia menegaskan, supremasi hukum, sebagaimana tercantum dalam pasal 2. Dengan demikian, lanjut dia, setiap orang yang secara sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
“Pasal-pasal di atas secara jelas dan eksplisit menjamin dan melindungi kebebasan pers. Jurnalis bekerja untuk kepentingan publik seharusnya mendapatkan rasa aman dalam meliput bukan justru dintimidasi dengan cara-cara yang merugikan kepentingan publik. Ancaman atau intimidasi yg dilakukan membuktikan pelaku belum melek UU Pers,” terang Khairiyah.
Dia menambahkan, seseorang jika merasa tidak puas atau merasa dirugikan akibat pemberitaan, sebaiknya menggunakan hak jawab dan koreksi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 poin 11 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Ini juga menjadi catatan penting bagi perusahaan media agar menjamin dan memantau keselamatan jurnalis yang meliput ke lapangan, khususnya kasus yang berpotensi untuk terjadinya ancaman fisik maupun psikis,” tandas Khairiyah. (RIZ)
Discussion about this post