TANGSEL – Tantangan seorang kepala daerah dimasa depan semakin berat. Maka calon kepala daerah yang ikut dalam pesta demokrasi tahun ini harus punya rumus jitu. Terutama menghadapi tiga persoalan yang trend pada masa depan.
Pemerhati kebijakan publik IDP-LP, Riko Noviantoro menyebutkan tiga tantangan berat calon kepala daerah, termasuk calon walikota Tangerang Selatan dimasa memimpin nanti. Persoalan pertama dihadapi adalah kemampuan daerah melaju cepat pasca pandemi Covid-19.
“Pertanyaannya apa saja program atau paket kebijakan calon walikota dalam upaya recovery ekonomi lokal pasca pandemic Covid-19. Jika tidak punya paket kebijakan, abaikan saja calon Walikota itu,” ujarnya, Jumat, (25/9/2020).
Tentu saja, menurutnya paket kebijakan yang diharapakan adalah mampu menstimuli perekonomian. Banyak program yang terkait merangsang ekonomi bergerak. Namun yang tepat bagi Tangerang Selatan itu yang diperlukan. Karena tidak semua paket kebijakan ekonomi yang bertujuan sebagian stimulan dapat diterapkan di Tangerang Selatan.
Persoalan kedua adalah mengelola konflik politik lokal. Tidak sedikit daerah butuh waktu lama menyelesaikan konflik politik lokal pascapilkada. Contoh terdekat adalah kota Jakarta, yang sampai saat ini ketegangan politik lokal masih terjadi. Hal ini cukup menggangu jalannya pemerintahan.
“Pertanyaannya bagaimana calon kepala daerah ini menyelesaiakn konflik politik lokal. Ini penting untuk dipersiapkan sebagai upaya menjaga stabilitas roda pemerintahan,” ujarnya.
Lagi-lagi, sambung pemerhati kebijakan publik ini banyak sekali model yang bisa dilakukan. Mulai dari membangun dialog, memperkuat hubungan eksekutif dan legislatif lokal dan sebagainya. Masih banyak lagi yang harus dipilih untuk menyelesaikan konflik politik lokal.
Riko menegaskan ketidakmampuan calon walikota menyelesaikan persoalan konflik poltik lokal, dapat berpengaruh pada kecepatan program pembangunan. Hal tersebut tidak pernah diharapkan setiap kepala daerah. Bahkan bisa menguras energi yang besar.
“Maka calon walikota harus mempersiapkan model penyelesaiannya sejak dini. Jangan hanya focus pada pemenangan, tetapi tidak mampu mencarikan titik temu dalam dialog elit politik lokal,” imbuhnya.
Persoalan ketiga adalah menyiapkan model pelayanan publik yang responsive. Persoalan ini tidak mudah diselesaikan. Banyak daerah yang selalu gagal dalam penyiapan pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini memicu kritikan dan keluhan dari masyarakat sebagai pengguna pelayana publik.
Tentu saja, lanjut Riko meningkatnya keluhan dan kritikan masyarkat itu dapat merusak citra pemerintah daerah. Dalam hal ini citra kepala daerahnya. Karena dinilai gagal memenuhi harapan masyarakatnya. Terutama dari konsituennya.
“Pertanyaannya calon walikota Tangsel ini punya program apa untuk meningkatkan pelayanan publik. Dan ini penting bagi masyarakat,” ucapnya.
Terkait pelayanan publik, sambung Riko menjadi isu strategis bagi calon kepala daerah. Karena pelayanan publik itu melampaui semua kepentingan. Baik kepentingan politik, gender, sosial dan sebagainya. Maka program-program yang terkait pelayana publik harus diperkuat para calon Walikota Tangerang Selatan.
Berdasarkan data Kemenpan RB tahun 2019 terdapat 13 kepala daerah yang dinilai berhasil membangun terobosan pelayanan publik. Dari nama kepala daerah itu tidak ada nama kepala daerah Tangerang Selatan. Maka perlu dipikirkan perlu perbaikan layanan publik tersebut.
“Di antara yang saya ingat adalah Gubernur Yogyakarta, Bupati Bantul, Bupati Banyumas, Bupati Semarang, Walikota Makassar, Walikota Semarang dan Walikota Yogjakarta. Belum ada Walikota Tangerang Selatan,” tandasnya. (RAY)
Discussion about this post