SERANG, WT – Proses Penerimaan Siswa Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025/2026 di Provinsi Banten kembali tercoreng oleh dugaan intervensi kekuasaan. Sebuah memo resmi dari Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten, Budi Prajogo, dari Fraksi PKS, yang memuat indikasi permintaan khusus dalam proses penerimaan siswa, telah memicu kegaduhan.
Memo tersebut dilengkapi dengan stempel basah DPRD Provinsi Banten dan kartu nama pejabat bersangkutan, berisi frasa “Mohon dibantu dan ditindaklanjuti.” Meskipun terkesan sopan, kalimat tersebut dinilai publik sebagai bentuk tekanan politik dan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang menciderai integritas proses seleksi.
Nadi Tri Suliwo, Ketua Parlemen Pelajar dan Pengurus Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik (AKP) Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Provinsi Banten, melontarkan kritik tajam terhadap insiden ini. Menurutnya, praktik “titip-menitip” oleh pejabat publik adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip keadilan dan meritokrasi dalam dunia pendidikan.
“Bagaimana mungkin seorang wakil rakyat, yang seharusnya menjadi penjaga sistem dan keadilan, justru menjadi aktor utama dalam intervensi yang merugikan siswa lain?” tanya Nadi. “Apakah anak-anak yang telah bersusah payah memenuhi syarat administrasi, zonasi, dan nilai akademik harus digeser hanya karena tidak memiliki memo dari ‘wakil rakyat’?”
Nadi menegaskan bahwa persoalan ini bukan sekadar kasus tunggal. Ia melihatnya sebagai bagian dari “sindrom kekuasaan lama”, di mana elite merasa berhak melanggar aturan demi kepentingan pribadi. Praktik ini, lanjut Nadi, menunjukkan kerapuhan sistem SPMB di Banten yang rentan dimanfaatkan oleh kekuatan tidak transparan.
“Memo ini bukan hanya selembar kertas,” ujar Nadi. “Ini adalah tamparan bagi wajah pendidikan Banten. Ia mencederai integritas birokrasi, merobek kepercayaan publik, dan menghancurkan harapan anak-anak yang ingin maju secara jujur.”
Ia menekankan bahwa tidak boleh ada jalur khusus. Sekalipun siswa yang diintervensi berprestasi, jika masuk melalui campur tangan kekuasaan, itu tetaplah pelanggaran. “Aturan sudah dibuat. Gubernur pun telah menyatakan dengan tegas: tidak ada titip-menitip. Maka siapa pun yang melanggarnya, harus dicopot, diadili, dan disingkirkan dari jabatan publik.”
Nadi juga menyerukan perlawanan moral pelajar terhadap intervensi semacam ini. “Kami pelajar di Banten tidak buta dan tidak diam. Kami menolak tunduk pada kuasa yang menekan ruang belajar kami. Ini bukan sekadar soal siswa titipan, ini soal keberanian untuk melawan pembusukan moral di dunia pendidikan.”
Kegagalan Moral Wakil Rakyat dan Tuntutan IPM Banten
Skandal intervensi dalam SPMB 2025/2026 ini tidak hanya merusak tatanan teknis penerimaan peserta didik, tetapi juga menjadi bukti nyata penyimpangan kekuasaan di Banten dari amanah konstitusionalnya. Widhiashafiz, Ketua Umum Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Provinsi Banten, dengan tegas menyatakan bahwa praktik titip-menitip oleh pejabat legislatif adalah pengkhianatan terhadap integritas publik dan cermin kegagalan moral seorang wakil rakyat.
“Ini adalah praktik yang jelas-jelas tidak menunjukkan sikap seorang wakil rakyat. Wakil Ketua DPRD seharusnya menjadi cermin keadilan, bukan simbol kebusukan kekuasaan,” tegas Widhiashafiz.
Ia menjelaskan bahwa tertutupnya sistem pemeringkatan, kurangnya transparansi informasi, hingga munculnya memo titipan, membentuk rangkaian persoalan serius yang mengikis kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan di Banten. Menurutnya, hal ini bukan sekadar cacat prosedural, melainkan telah menjadi krisis integritas sistemik.
“Pemeringkatan siswa ditutup, akses informasi dibatasi, dan kini terbukti ada praktik titip-menitip dari elite politik. Ini bukan lagi sebatas kelalaian administratif, ini adalah penghinaan terhadap prinsip keadilan dan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,” kata Widhiashafiz.
Ia juga menyampaikan bahwa kemarahan publik tidak bisa lagi dibendung. Masyarakat kecewa, pelajar kehilangan harapan, dan dunia pendidikan dipermalukan oleh kepentingan segelintir elite. Jika praktik ini dibiarkan, lanjutnya, kepercayaan masyarakat terhadap proses pendidikan di Banten akan runtuh sepenuhnya.
“Rakyat marah, pelajar kecewa, dan sistem pendidikan dipermalukan. Kalau ini dibiarkan, maka publik tidak akan lagi percaya pada kejujuran sistem seleksi. Kami menuntut agar Wakil Ketua DPRD itu segera dicopot dari jabatannya, diproses etik maupun hukum, dan agar seluruh mekanisme SPMB dibuka secara transparan kepada masyarakat.”
Sebagai pemimpin pelajar, Widhiashafiz menegaskan bahwa PW IPM Banten akan terus mengawal dan menekan persoalan ini sampai ada tindakan nyata dari pihak berwenang. “Kami tidak akan berhenti. Ini bukan hanya soal satu memo, ini soal marwah pendidikan yang sedang diinjak oleh kekuasaan.”
Tuntutan Resmi PW IPM Banten:
PW IPM Banten mengeluarkan tujuh tuntutan resmi sebagai berikut:
Copot dan proses etik Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten, Budi Prajogo, dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang terbukti menyalahgunakan kekuasaan untuk intervensi SPMB. Tindakan ini merupakan pelanggaran berat terhadap etika publik dan pengkhianatan kepercayaan rakyat.
Usut tuntas dugaan jaringan praktik titip-menitip secara menyeluruh. Bentuk tim investigasi independen bersama Ombudsman RI dan Komisi Informasi Daerah untuk mengungkap potensi keterlibatan pejabat lainnya.
Buka dan umumkan semua data pemeringkatan serta hasil seleksi siswa secara terbuka kepada publik. Tidak boleh ada proses yang ditutup-tutupi atau dikendalikan dari balik meja kekuasaan.
Revisi dan perkuat sistem SPMB dengan prinsip akuntabilitas dan keterlibatan publik, termasuk pengawasan langsung dari organisasi pelajar, komite sekolah, dan masyarakat sipil.
Sahkan Peraturan Gubernur Banten mengenai larangan intervensi politik dalam dunia pendidikan, disertai sanksi administratif dan hukum bagi pejabat publik yang melanggar.
Tindaklanjuti melalui jalur hukum pidana apabila terbukti ada unsur penyalahgunaan wewenang, gratifikasi, atau praktik nepotisme, karena praktik ini dapat dikategorikan sebagai korupsi kekuasaan.
Libatkan pelajar dan organisasi pelajar dalam penyusunan kebijakan pendidikan ke depan, sebagai bentuk partisipasi aktif dalam pembangunan pendidikan.
PW IPM Banten menegaskan akan membuka kanal pengaduan pelajar, menyiapkan langkah hukum, serta memobilisasi aksi kolektif pelajar. Organisasi ini juga menyerukan solidaritas seluruh organisasi pelajar di Banten untuk bersatu menghentikan praktik titip-menitip yang merusak masa depan generasi bangsa.
“Kami menegaskan: PW IPM Banten tidak akan diam, tidak akan takut, dan tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Jika kekuasaan terus digunakan untuk menginjak integritas pendidikan, maka pelajar akan berdiri di barisan paling depan untuk melawannya,” pungkas Widhiashafiz. (RED)



















Discussion about this post