TANGERANG, WT – Salah seorang siswi SDIT Awwabin diduga menjadi korban kekerasan teman sekolahnya. Akibatnya, siswi kelas 3 ini mengalami memar dan luka lecet di pelipis mata kiri.
Berdasarkan penuturan ayah korban, Rudi menceritakan kejadian tersebut terjadian pada Jumat, 26 Juli 2024. RZ mengalami kekerasan teman sekelasnya di sekolah yang berlokasi di Sepatan Kabupaten Tangerang tersebut.
Peristiwanya terjadi dalam kelas, sekira pukul 10.00 WIB. Saat itu, RZ sedang berada di dalam kelas bersama teman siswi yang sedang piket kelas.
Di lokasi yang sama terdapat siswa laki- laki sedang bermain- main dengan sapu, RZ khawatir sapu tersebut mengenai dirinya dan teman siswi lainnya.
RZ berusaha mengambil sapu agar temanya tidak terpukul sapu. Tak pelak, pemukulan sapu tersebut mengenai wajah RZ dan mengenai mata sebelah kiri.
“Meski saat itu anak saya terluka, tidak ada pemberitahuan pihak sekolah kepada saya atau istri saya. Boro-boro telepon, whatsapps saja ga ada kepada saya,” kata Rudi.
Ditegaskan Rudi, anaknya RZ baru mendapat penanganan setelah turun dari lantai 3 di luar kelas. Seorang guru lain, membawa dan menangani luka yang dialami RZ. Seharusnya, pihak sekolah berlaku bijak dan cepat dalam penaganan masalah ini, yaitu dengan cepat memberikan informasi tentang kejadian tersebut dan melakukan mediasi pertemuan orang tua kedua belah pihak dan pihak sekolah.
“Tetapi diluar harapan dirinya sebagai orang tua RZ, bahwa pihak sekolah baru memberikan informasi kepadanya di 28 Juli yang berisi pesan via WA agar saya hadir di hari senin, 29 Juli 2024,” ujarnya.
“Saya kemarin, sempat ke sekolah SDIT AWWABIN tersebut, namun saya kecewa terhadap penanganan kasus kekerasan pada anak saya ini. Sebab, si anak pelaku dan pihak orangtuanya tidak dihadirkan ke sekolah,” tambah Rudi.
Rudi tidak ingin persoalan ini berlarut-larut, sebab dirinya ingin ada itikad baik dari orang tua siswa yang anaknya melakukan kekerasan terhadap RZ. Rudi menyayangkan pihak sekolah yang dinilai tidak adil dan lambat dengan tidak serius dalam menangani kasus kekerasan anaknya itu.
“Rabu kemarin itu anak saya RZ mau diperiksa. Namun, pihak sekolah melarang agar didampingi oleh orangtuanya, yakni saya sendiri atau ibunya. Dan itu gak masuk akal dalam pemikiran saya, karena idealnya anak dibawah umur harus di dampingi orang tua dalam pemeriksaan, apalagi dengan kondisi luka dan trauma yang dialami anak saya,” terangnya.
Hingga saat ini tambah Rudi, pihak kepala sekolah tidak memberikan informasi kepadanya tentang hasil keputusan sanksi yang diberikan kepada pelaku oleh pihak sekolah.
Dia berharap, ada keadilan dalam menangani kasus kekerasan terhadap anaknya. Sebab pelaku kekerasan ini harus mendapat efek jera, dan menjadi takut dalam melakukan kekerasan terhadap teman sekelasnya.
“Ada notulensi dalam pertemuan Senin kemarin, disitu dicatat jelas kekerasan yang terjadi pada anak saya. Namun saya menduga sikap kepala sekolah kurang cerdas, kurang cermat dan kurang jelas dalam mengambil sikap untuk penyelesaian masalah yang terjadi. Sehingga saya mengkhawatirkan kejadian tersebut bisa berpotensi terulang kembali,” pungkas Rudi.
Hingga berita ini ditayangkan pihak SDIT Awwabin belum dapat memberikan keterangan. (RIK)
Discussion about this post