Presiden Jokowi menyampaikan sambutan pada acara penyerahan 12 sertifikat wakaf, di Masjid Al Amin, Majalengka, Jabar, Kamis (24/5) siang. (Foto: JAY/Humas)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku saat berkunjung ke sebuah pondok pesantren dirinya pernah diinterogasi kyai pengasuh pondok tersebut selama sekitar 4 (empat) jam terkait isu dirinya sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
“Beliau meminta klarifikasi, tabayyun untuk yang berkaitan dengan tuduhan PKI itu, karena memang yang namanya politik itu kadang-kadang jahatnya seperti itu,” kata Presiden Jokowi saat menyampaikan sambutan pada acara penyerahan 12 sertipikat hak atas tanah wakaf, di Masjid Agung Al Imam, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Kamis (24/5) siang.
Presiden menjelaskan, saat PKI dibubarkan tahun 1965 dirinya masih berusia 3-4 tahun. Jadi, tidak mungkin dirinya menjadi anggota PKI. “Masa ada PKI balita? Logikanya kan seperti itu. Tapi ada yang mempercayai,” ungkap Presiden.
Begitu bilang dirinya enggak, menurut Presiden Jokowi, ganti lagi, orang tuanya yang dituduh PKI.
Padahal, lanjut Presiden, sangat mudah sekali untuk mencari tahu silsilah keturunan keluarga. Terlebih, di Solo banyak sekali ormas-ormas Islam yang bisa mencari tahu silsilah keluarganya dengan cepat dan mudah.
“Saya ini kan dari kampung, gampang sekali ngeceknya. NU, Muhammadiyah, Parmusi, ada cabang di Solo. Tanya saja di masjid dekat rumah orang tua saya, gampang sekali siapa kakek-nenek dan ibu-bapak saya. Nggak ada yang bisa ditutupi,” tegas Presiden Jokowi.
Presiden mengaku akan menjawab supaya isu-isu itu tidak berkembang terus. Ia mengingatkan, jangan sampai diantara kita itu justru gampang curiga, suhul tafahum, gampang berprasangka tidak baik, gampang berprasangka jelek.
“Kenapa yang tidak kita kembangkan yang khusnul tafahum, yang penuh dengan rasa kecintaan terhadap saudara-saudara kita, berprasangka selalu positif, berprasangka selalu baik,” kata Presiden Jokowi dengan nada bertanya.
Jangan Kemakan Isu di Medsos
Dalam kesempatan itu Presiden Jokowi juga mengingatkan masyarakat agar jangan gampang kemakan isu-isu terutama di media sosial (medsos).
Dibandingan dengan koran yang ada redakturnya, stasiun televisi yang ada redakturnya, ada yang nyaring, ada yang membuat filternya itu, menurut Presiden, kalau media sosial itu setiap orang bisa berpendapat, setiap orang bisa mengunggah.
“Jangan sampai hal-hal tidak ada filter itu kita percayai. Tolong klarifikasi, tolong ditanyakan kepada yang lain sehingga ada penyaringnya,” tutur Presiden Jokowi.
Kepala Negara mengingatkan agar berhati-hati dengan yang namanya media sosial, karena banyak negatifnya dari banyak positifnya, banyak kabar bohongnya dari kabar benernya tapi kita sering banyak yang percaya.
“Omongan banyak yang satu sampai seratus dipotong hanya lima, konteksnya tidak pas, menjadi tidak benar. Seperti itu. Kita percaya ya bisa keliru kita,” kata Presiden Jokowi.
Mendampingi presiden diantara Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Jalil, Staf Khusus Presiden Abdul Ghofarrozin, dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. (FID/JAY/ES)
Discussion about this post