JAKARTA, WT – Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) mendorong praktisi public relations di Indonesia untuk memiliki kecakapan dalam mengukur keberhasilan kerja komunikasi dan kehumasan berdasarkan standar The International Association for Measurement and Evaluation of Communication (AMEC).
Keterampilan ini perlu dimiliki oleh para praktisi PR agar dapat melakukan evaluasi kerja secara menyeluruh dan tepat sasaran, dengan menggunakan kerangka kerja serta metodologi yang telah teruji dan dapat dipertanggungjawabkan yang tidak sebatas pada tinjauan terhadap eksposur atas komunikasi yang telah dilakukan.
Melalui program APPRI Academy, hari ini melatih para praktisi profesional dalam sesi bertema “Belajar Tuntas Pengukuran PR Terbaru” yang diikuti oleh para peserta dari berbagai latar belakang.
Dalam sambutannya, Sari Soegondo S.Sos, M.Si, CPR, Wakil Ketua Umum APPRI menegaskan keseriusan asosiasi profesi untuk memperkuat kemampuan pengukuran dan evaluasi kerja para praktisi PR di Indonesia.
“Ini merupakan salah satu langkah nyata APPRI dalam meningkatkan kompetensi praktisi PR di Indonesia. Kami berharap melalui kegiatan ini, makin banyak praktisi PR yang memahami pentingnya pengukuran keberhasilan kerja PR dan dapat menerapkannya secara efektif dalam pekerjaan mereka sehari-hari,” ujar Sari.
Pelatihan sepanjang hari yang dipandu oleh pengajar bersertifikasi Fardila Astari, IAPR, CIQnR, CIQaR dan Emmy Kuswandari, IAPR ini diadakan sebagai bagian dari upaya APPRI untuk mendorong pengembangan praktik PR yang profesional dan bertanggung jawab di Indonesia.
“Pengukuran kerja PR yang stratejik dan efektif adalah kunci kesuksesan dalam mengembangkan strategi komunikasi yang tepat. Hal ini perlu disadari bukan hanya oleh praktisi PR itu sendiri, tetapi juga para pimpinan dan jajaran manajemen organisasi, evaluator, penilai dan asesor, klien dan penerima manfaat program komunikasi dan kehumasan, dan bahkan para dosen dan pengajar calon praktisi PR yang akan menjadi generasi masa depan di industri ini,” jelas Fardila.
Emmy menguraikan kerangka kerja logis dari praktik PR berpusat pada penentuan dampak nyata yang paling diharapkan, yang kemudian diturunkan menjadi penetapan tujuan yang SMARTER (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-Bound, Evaluated and Reviewed) dengan indikator-indikator tertentu, penyusunann strategi pencapaian hasil, keluaran, serta sumber daya yang harus disiapkan. Semuanya menyertakan bauran alat kerja komunikasi dari berbagai saluran (PESO; Paid, Earned, Shared, Owned channels).
“Praktisi PR juga perlu mengenal dan piawai menggunakan instrumen-instrumen kerja untuk menghimpun data dan mengolah proses evaluasi secara kuantitatif maupun kualitatif agar dapat mengukur hasil kerja mereka,” imbuhnya.
APPRI juga mendorong sertifikasi profesi di kalangan praktisi PR. Sari menghimbau, idealnya seorang praktisi PR mengantongi sertifikasi resmi yang diakui oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk memastikan akuntabilitas dari pemikiran, strategi, praktik, karya dan juga etika bekerjanya.
“Program pelatihan hari ini merupakan salah satu nilai tambah yang mendukung kelayakan seorang praktisi PR dalam menerima sertifikat keprofesiannya. Kami mengajak rekan-rekan praktisi untuk rajin mengikuti pelatihan semacam ini dan melalui uji kompetensi yang juga dibuka oleh APPRI,” terangnya.
APPRI konsisten mendorong peningkatan kapasitas praktisi PR dan anggotanya di seluruh Indonesia agar memiliki daya saing internasional, membangun ekosistem industri PR yang kompetitif dan sehat, serta reputasi positif organisasi yang kuat. (RLS)
Discussion about this post